My World

My World

Selasa, 10 Mei 2011

Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas

BAB I
PENDAHULUAN

Guru adalah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha membentuk sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang makin berkembang. Dalam arti khusus dikatakan bahwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu.
Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai “pengajar” tetapi juga sebagai “pendidik” dan sekaligus sebagai “pembimbing”. Berkaitan dengan ini, sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar-mengajar, dalam usahanya mengantarkan siswa/anak didik ke taraf yang dicita-citakan. Oleh karena itu, setiap rencana kegiatan guru harus dapat didudukkan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Dengan kata lain kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar-mengajar.
Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Juga hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa, siswa dengan siswa, itu merupakan syarat keberhasilan pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif.
• Prinsip Penggunaan
1. Kehangatan dan keantusiasan
2. Tantangan
3. Bervariasi
4. Keluwesan
5. Penekanan pada hal-hal yang positif
6. Penanaman disiplin diri.
Dalam perannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi, lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.
Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik.
Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Peran guru pada pada kegiatan belajar siswa sangat menentukan prestasi siswa, pada pembahasan pengelolaan kelas yang lalu menekankan sangat pentingnya pengelolaan kelas khususnya dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip, guru memegang dua tugas sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan pengelolaan kelas. Tugas sekaligus masalah pertama, yakni pengajaran, dimaksudkan segala usaha membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebaliknya, masalah pengelolaan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Kegagalan seorang guru mencapai tujuan pembelajaran berbanding lurus dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari kegagalan itu seperti prestasi belajar murid rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan.
Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting dikuasai dalam rangka proses pembelajaran. Karena itu setiap guru dituntut memiliki kemampuan dalam mengelola kelas.
Proses belajar mengajar di dalam kelas hakikatnya akan melibatkan semua unsur yang ada di dalam sekolah yang bersangkutan akan tetapi secara langsung akan terlibat hal-hal sebagai berikut :
a. Guru sebagai pendidik
b. Murid sebagai yang dididik
c. Alat-alat yang dipakai
d. Situasi dalam dan lingkungan kelas
e. Kelas itu sendiri
f. Dan lain-lain yang sewaktu-waktu terjadi.
Dalam pengelolaan kelas selanjutnya, maka guru melalui pimpinan sekolah harus mengadakan kegiatan-kegiatan antara lain :
1. Menyusun kelasnya dengan baik
2. Menyusun jadwal pelajaran
3. Merencanakan aktifitas kelas bagi murid dengan bimbingan guru
4. Guru dalam melaksanakan tugas harus terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan bahan-bahan pelajaran sebelum berdiri di depan kelasnya
5. Guru menciptakan situasi kelas yang baik.

B. Hakikat Guru Sebagai Pembina
Seseorang dikatakan sebagai guru tidak cukup “tahu” sesuatu materi yang akan diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memang memiliki “Kepribadian guru”, dengan segala ciri tingkat kedewasaannya. Dengan kata lain untuk menjadi pendidik atau guru, seseorang harus memiliki kepribadian. Guru adalah sebagai seorang yang memiliki kiat. Dalam hubungannya dengan fungsinya sebagai pendidik, maka menjadi guru berarti menjadi pribadi yang terintegrasi.
Selanjutnya sebagai kelanjutan atau penyempurnaan fungsi guru sebagai pendidik, maka harus berfungsi pula sebagai pembimbing atau Pembina. Pengertian pendidik dalam hal ini lebih luas dari fungsi “membimbing/membina”. Bimbingan adalah termasuk sarana dan serangkaian usaha pendidikan.
Seorang guru menjadi pendidik berarti sekaligus menjadi Pembina/pembimbing. Sebagai contoh guru yang berfungsi sebagai “pendidik” dan “pengajar” seringkali akan melakukan pekerjaan bimbingan (bimbingan belajar, bimbingan tentang keterampilan dan sebagainya. Jadi dalam proses pendidikan kegiatan “mendidik”, “mengajar” dan “membina/ membimbing” sebagai yang tidak dapat dipisahkan.
Membina dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai pendidik, guru harus berlaku membina, dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini, yang penting ikut memecahkan persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi anak didik.
Pendidikan adalah usaha pendidik memimpin anak didik secara umum untuk mencapai perkembangannya menuju kedewasaan jasmani dan rohani dan pembinaan adalah usaha pendidik memimpin anak didik dalam arti khusus misalnya memberikan dorongan atau motivasi dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik/ siswa.
Adapun perana guru sebagai Pembina, tercermin dalam sikap dan perilaku terhadap siswa sebagai berikut ;
1. Perlakuan terhadap siswa sebagai individu yang memiliki potensi untuk berkembang dan maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri.
2. Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa
3. Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati dan menyenangkan.
4. Pemahaman siswa secara empatik.
5. Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu.
6. Penampilan secara ikhlas (genuine) di depan siswa.
7. Kekongkritan dalam menyatakan diri.
8. Penerimaan siswa secara apa adanya
9. Perlakuan terhadap siswa secara terbuka.
10. Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantunya untuk menyadari perasaannya itu.
11. Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran saja, melainkan menyangkut pengembangan siswa menjadi individu yang lebih dewasa.
12. Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus.

Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar merupakan suatu perbuatan atau pekerjaan yang bersifat unik, tetapi sederhana.
Dikatakan unik karena hal itu berkenaan dengan manusia yang belajar, yakni siswa, dan yang mengajar , yakni guru, dan berkaitan erat dengan manusia di dalam masyarakat yang semuanya menunjukkan keunikan. Dikatakan sederhana karena mengajar dilaksanakan dalam keadaan praktis dalam kehidupan sehari-hari, mudah dihayati oleh siapa saja.
Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.
Abu Ahmadi (1977) mengemukakan peran guru sebagai pembimbing atau pembina dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, sebagai berikut :
a. Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa aman dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian.
b. Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap, minat dan pembawaannya.
c. Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku social yang baik.
d. Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
e. Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan dan minatnya.
Peranan guru sebagai pembimbing/pembina harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan dan binaan anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya.

C. Fungsi Dan Kedudukan Guru Sebagai Pembina
Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan Pembina, minimal ada 2 fungsi :
• Fungsi moral
• Fungsi kedinasan.
Tinjauan secara umum, guru dengan segala peranannya akan kelihatan lebih menonjol fungsi moralnya, sebab walaupun dalam situasi kedinasan pun guru tidak dapat melepaskan fungsi moralnya. Oleh karna itu, guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan Pembina juga diwarnai oleh fungsi moral itu, yakni dengan wujud bekerja secara sukarela, tanpa pamrih dan semata-mata demi panggilan hati nurani.
Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa jiga di masjid, di musholla, di rumah dan sebagainya. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga diluar sekolah. Pembinaan yang harus diberikan pun tidak hanya kelompok (klasikal), tetapi juga secara individual. Dengan kata lain guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah.
Guru mempunyai peranan dan kedudukan kunci di dalam keseluruhan proses pendidikan terutama dalam pendidikan di sekolah. Peranan yang sedemikian itu akan makin tampak, kalau dikaitkan dengan kebijaksanaan program pembangunan dalam bidang pendidikan dewasa ini, yaitu yang berkenaan dengan peningkatan mutu dan relevansi pendidikan. Dalam rangka memfasilitasi terwujudnya kebijakan ini, guru dituntut menampilkan peranan, baik sebagai pengajar maupun pembimbing/ pembina secara terpadu dalam proses belajar mengajar yang sesuai dengan kompetensi yang dituntutnya.
Peran guru tersebut seyogyanya terefleksikan dalam kinerja (perilaku yang ditampilkannya) dari mulai perencanaa (perumusan pengajaran), pelaksanaan, sampai evaluasi dan follow up (tindak lanjut).
Erick Hoyle (Rochman Natawidjaja, 1988: 32-33) mengemukakan seperangkat peranan guru yang sekaligus ditampilkannya di dalam kelas. Peranan-peranan itu sebagai berikut :
1. Wakil masyarakat.
2. Hakim (memberi nilai).
3. Sumber (proses, pengetahuan dan keterampilan).
4. Penolong (memberi bimbingan bagi kesulitan siswa).
5. Detektif (menemukan pelanggar aturan).
6. Pelerai (menyelesaikan perselisihan diantara siswa).
7. Obyek identifikasi bagi siswa.
8. Penawar kecemasan (membantu siswa mengendalikan nafsu).
9. Penunjang kekuatan ego (membantu siswa untuk memiliki kepercayaan pada diri sendiri).
10. Pemimpin kelompok (membentuk iklim kelompok).
11. Pengganti orang tua (bertindak sebagai tempat mengeluh anak-anak muda).
12. Sasaran kemarahan siswa (bertindak sebagai obyek agresi yang timbul dari frustasi yang diciptakan orang dewasa).
13. Teman dan kepercayaan (membangun hubungan yang hangat dengan anak dan saling mempercayai).
14. Obyek perhatian (mematuhi kebutuhan psikologi anak).

Dari kutipan di atas, menunjukkan bahwa peranan guru dalam proses belajar mengajar tidak hanya menyangkut kegiatan instruksional, tetapi juga interaksional. Dengan perkataan lain, dalam proses belajar mengajar itu, guru telah menampilkan peranannya sebagai pengajar dan pembimbing atau pembina secara terpadu.
Guru tidak hanya diperlukan oleh para murid diruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat. Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat dalam kehidupan masyarakat, yakni di depan memberi suri taulada, di tengah-tengah membangun, dan di belakang memberikan dorongan dan motivasi (Ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani).
Kedudukan guru yang demikian itu senantiasa relevan dengan zaman dan sampai kapan pun diperlukan. Kedudukan seperti itu merupakan penghargaan masyarakat yang tidak kecil artinya bagi guru, sekaligus merupakan tantangan yang menuntut prestise dan prestasi yang senantiasa terpuji dan teruji dari setiap guru.


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dalam pengelolaan kelas yang dilakukan oleh seorang guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengelolaan kelas ini mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu :
Tujuan umum : Pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik.
Tujuan khusus : Mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Membina dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai pendidik, guru harus berlaku membina, dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
3.2 SARAN
Saran yang dapat disampaikan yaitu agar seorang guru melaksanakan tugas, peran, dan tanggung jawab seorang guru dengan baik. Profesi guru berbeda dengan profesi lainnya. Perbedaan tersebut terletak dalam tugas dan tanggung jawab yang besar serta kemampuan dasar yang disyaratkan (kompetensi).


DAFTAR PUSTAKA

Nuryadin, Hadin. Konsep dan Aplikasi Bimbingan Konseling untuk Sekolah Dasar. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2005.
Sardiman, A. M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2010.
Darajat, Zakiah, dkk. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1996.
Usman, Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1995.
Soetjipto & Raflis Kosasi. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.

# Situs internet dengan alamat :
http://cafebaca.blogspot.com/2009/09/peranan-guru-dalam-pengelolaan-kelas.html.
http://kumpulanmakalahpgsd.blogspot.com/2009/10/kedudukan-guru.html

MEDIA AUDIO VISUAL

BAB 1
PENDAHULUAN


Di era globalisasi ini , program pembelajaran seakan-akan belum dapat memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini terlihat ketika proses pembelajaran berlangsung, suasana kelas nampak tegang dan membosankan. Guru sibuk menyampaikan materi tanpa mau tau tentang siswanya faham atau tidak. “Paham tidak paham asal materi habis dan urusan menjadi beres”. Kebanyakan guru dalam mendidik selalu monoton atau tidak melakukan variasi-variasi. Banyak guru-guru yang GATEK (Gagap Teknologi) sehingga kurang mampu menggunakan media dalam proses pembelajaran.
Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran yang dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran.
Fungsi media pendidikan dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya sekedar alat peraga bagi guru, melainkan pembawa pesan-pesan informasi dan pesan-pesan pembelajaran yang dibutuhkan peserta didik.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Media Audio-Visual

Media pembelajaran sangat beraneka ragam. Berdasarkan hasil penelitian para ahli, ternyata media yang beraneka ragam itu hampir semua bermanfaat. Cukup banyak jenis dan bentuk media yang telah dikenal dewasa ini, dari yang sederhana sampai yang berteknologi tinggi, dari yang mudah dan sudah ada secara natural sampai kepada media yang harus dirancang sendiri oleh guru. Dari ketiga jenis media yang ada yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran, bahwasanya media audio-visual adalah media yang mencakup 2 jenis media yaitu audio dan visual.
Media Audio-Visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis Media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yaitu Media Audio dan Media Visual.
Sedangkan Dale (1969:180) mengemukakan bahwa bahan-bahan Audio-Visual dapat memberikan banyak manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut (Harmawan, 2007) mengemukakan bahwa “Media Audio Visual adalah Media instruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi) meliputi media yang dapat dilihat dan didengar)”.
Jika dilihat dari perkembangan Media Pendidikan, pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat Bantu guru (teaching aids). Alat Bantu yang dipakai adalah alat Bantu visual misalnya gambar, model, objek dan alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman kongkret, motivasi belajar serta mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Namun sayang, karena terlalu memusatkan perhatian pada alat Bantu visual yang dipakainya orang kurang memperhatikan aspek disain, pengembangan pembelajaran (instruction) produksi dan evaluasinya. Dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada sekitar pertengahan abad ke-20, alat visual untuk mengkonkretkan ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal adanya alat audio-visual atau Audio-Visual Aids (AVA). “Alat Bantu Dengar” seperti : Video Tape, Televisi dan Gambar Hidup (biocope). Akan tetapi media bukan hanya menjadi alat Bantu guru atau seseorang pendidik lainnya, media mempunyai banyak manfaat bagi semua orang untuk mendapatkan informasi yang sedang berkembang dan mempermudah manusia menerima pesan darimana pun.
Konsep pengajaran visual kemudian berkembang menjadi Audio-Visual aids pada tahun 1940. Istilah ini bermakna sejumlah peralatan yang dipakai oleh para guru dalam menyampaikan konsep, gagasan, dan pengalaman yang ditangkap oleh indera pandang dan pendengaran. Penekanan utama dalam pengajaran audio-visual adalah pada nilai belajar yang diperoleh melalui pengalaman kongkret, tidak hanya didasarkan atas kata-kata belaka. Perkembangan berikutnya adalah munculnya gerakan audiovisual communication yang terjadi pada tahun 1950-an.
Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat Bantu audiovisual, sehingga selain sebagai alat Bantu media juga berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Sejak saat itu alat audiovisual bukan hanya dipandang sebagai alat bantu guru saja, melainkan juga sebagai alat penyalur pesan atau media. Teori ini sangat penting dalam penggunaan media untuk kegiatan program-program pembelajaran.
Menurut seorang ahli komunikasi dan media pendidikan Rudy Breatz media pendidikan mempunyai ciri utama dan memiliki 3 unsur pokok yaitu : Suara, Visual dan gerak.
Teknologi yang paling tua yang dimanfaatkan dalam proses belajar adalah percetakan yang bekerja atas dasar prinsip mekanis, kemudian lahir teknologi Audio-Visual yang menggabungkan penemuan mekanis dan elektronis untuk tujuan pembelajaran.
Sebagai media pembelajaran dalam pendidikan dan pengajaran, media audio- visual mempunyai sifat sebagai berikut:
• Kemampuan untuk meningkatkan persepsi
• Kemampuan untuk meningkatkan pengertian
• Kemampuan untuk meningkatkan transfer (pengalihan) belajar.
• Kemampuan untuk memberikan penguatan (reinforcement) atau pengetahuan hasil yang dicapai
• Kemampuan untuk meningkatkan retensi (ingatan).

B. Karakteristik Media Audio- Visual & & Jenis-jenisnya

Karakteristik media Audio-Visual adalah memiliki unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua yaitu media audio dan visual. (Miarso: 1986,34).
Media Audio-Visual terdiri atas :
1. Audiovisual Diam
Yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti :
a. Film bingkai suara (sound slide)
Adalah suatu film berukuran 35 mm, yang biasanya dibungkus bingkai berukuran 2x2 inci tersebut dari karton atau plastik. Sebagai suatu program film bingkai sangat bervariasi. Panjang pendek film bingkai tergantung pada tujuan yang ingin dicapai dan materi yang ingin disajikan. Ada program yang selesai dalam satu menit, tapi ada pula yang hingga satu jam atau lebih. Namun yang lazim, satu film bingkai bersuara (sound slide) lamanya berkisar antara 10-30 menit.
Dilihat dari ada tidaknya rekaman suara yang menyertainya, program film bingkai bersuara termasuk dalam kelompok media Audio-Visual sedangkan program tanpa suara termasuk dalam kelompok media visual.
Gabungan slide (film bingkai) dengan tape audio adalah jenis system multimedia yang paling mudah diproduksi. System multimedia ini serba guna, mudah digunakan dan cukup efektif untuk pembelajaran perorangan dan belajar mandiri. Jika didesain dengan baik, system multimedia gabungan slide dan tape dapat membawa dampak yang dramatis dan tentu saja dapat meningkatkan hasil belajar.
Media pembelajaran gabungan slide dan tape dapat digunakan pada berbagai lokasi dan untuk berbagai tujuan pembelajaran yang melibatkan gambar-gambar guna menginformasikan atau mendorong lahirnya respon emosional.
Slide bersuara merupakan suatu inovasi dalam pembelajaran yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran dan efektif membantu siswa dalam memahami konsep yang abstrak menjadi lebih konkrit (mengkonkritkan suatu yang bersifat abstrak). Dengan menggunakan slide bersuara sebagai media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat menyebabkan semakin banyak indra siswa yang terlibat ( visual, audio). Dengan semakin banyaknya indra yang terlibat maka siswa lebih mudah memahami suatu konsep (pemahaman konsep semakin baik). Slide bersuara dapat dibuat dengan menggunakan gabungan dari berbagai aplikasi komputer seperti: power point, camtasia, dan windows movie maker.
Slide bersuara memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
• Gambar yang diproyeksikan secara jelas akan lebih menarik perhatian.
• Dapat digunakan secara klasikal maupun individu.
• Isi gambar berurutan, dapat dilihat berulang- ulang serta dapat diputar kembali, sesuai dengan gambar yang diinginkan.
• Pemakaian tidak terikat oleh waktu.
• Gambar dapat didiskusikan tanpa terikat waktu serta dapat dibandingkan satu dengan yang lain tanpa melepas film dari proyektor.
• Dapat dipergunakan bagi orang yang memerlukan sesuai dengan isi dan tujuan pemakai.
• Sangat praktis dan menyenangkan.
• Relatif tidak mahal, karena dapat dipakai berulang kali.
• Pertunjukan gambar dapat dipercepat atau diperlambat.

b. Film Rangkai bersuara (Film Strip)
c. Halaman bersuara


2. Audiovisual Gerak
Yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti :
a. Film suara
Film sebagai media audio-visual adalah film yang bersuara. Slide atau filmstrip yang ditambah dengan suara bukan alat audio-visual yang lengkap, karena suara dan rupa berada terpisah, oleh sebab itu slide atau filmstrip termasuk media audio-visual saja atau media visual diam plus suara.
Film yang dimaksud disni adalah film sebagai alat audio-visual untuk pelajaran, penerangan atau penyuluhan. Banyak hal-hal yang dapat dijelaskan melalui film, antara lain tentang : proses yang terjadi dalam tubuh kita atau yang terjadi dalam suatu industri, kejadian2 dalam alam, tatacara kehidupan di Negara asing, berbagai industri dan pertambangan, mengajarkan sesuatu keterampilan, sejarah kehidupan orang-orang besar dan sebagainya.
Film merupakan media yang amat besar kemampuannya dalam membantu proses belajar mengajar. Ada 3 macam ukuran film yaitu 8 mm, 16 mm dan 35 mm.
Jenis pertama biasanya untuk keluarga, tipe 16 mm tepat untuk dipakai di sekolah sedang yang terakhir biasanya untuk komersial. Bentuk yang lama biasanya bisu. Suara disiapkan tersendiri dalam rekaman yang bisanya terpisah. Sebuah film terdiri dari ribuan gambar.
Film yang baik adalah film yang dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam hubungannya dengan apa yang dipelajari. Oemar Hamalik (1985:104) mengemukakan prinsip pokok yang berpegang kepada 4-R yaitu :
“ The right film in the right place at the right time used in the right way”.
b. Video / VCD
Video sebagai media Audio-Visual yang menampilkan gerak, semakin lama semakin populer dalam masyarakat kita. Pesan yang disajikan bias bersifat fakta maupun fiktif, bias bersifat informative, edukatif maupun instruksional. Sebagian besar tugas film dapat digantikan oleh video. Tapi tidak berarti bahwa video akan menggantikan kedudukan film.
Media video Merupakan salah satu jenis media audio visual, selain film. Yang banyak dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, biasa dikemas dalam bentuk VCD.
Kelebihan video :
• Dapat menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat
• Dengan alat perekam pita video sejumlah besar penonton memperoleh informasi dari ahli-ahli/spesialis
• Menghemat waktu
• Bisa mengamati lebih dekat objek yang sedang bergerak

c. Film Televisi
Selain film, televisi adalah media yang menyampaikan pesan-pesan pembelajaran secara Audio-Visual dengan disertai unsure gerak. Dilihat dari sudut jumlah penerima pesannya, televisi tergolong ke dalam media massa.
Selain sebagai media massa, kita mengenal adanya program Televisi Siaran Terbatas (TVST) atau Closed Circuit Television. Pada TVST sebagai suatu system distribusi TV, alat pengirim dan alat penerima secara fisik dihubungkan dengan kabel. Hubungan itu bisa antara sebuah kamera dan alat penerima di dalam ruang yang sama, bisa pula beberapa kelas dihubungkan dengan satu sumber ruang yang sama, sehingga penonton serentak dapat mengikuti program yang disiarkan.
Oemar Hamalik (1985 : 134) mengemukakan : “Television is an electronic motion picture with con joinded or attendant sound; both picture and sound reach the eye and ear simultaneously from a remote broadcast”. Definisi tersebut menjelaskan bahwa televisi sesungguhnya adalah perlengkapan elektronik yang pada dasarnya sama dengan gambar hidup yang meliputi gambar dan suara. Maka televisi sebenarnya sama dengan film, yakni dapat didengar dan dilihat. Media ini berperan sebagai gambar hidup dan juga sebagai radio yang dapat dilihat dan didengar secara bersamaan.

d. Film Gelang (Loop Film)

Dilihat dari segi keadaannya, media audiovisual dibagi menjadi :
• Audiovisual Murni yaitu unsur suara maupun unsur gambar berasal dari suatu sumber seperti film/video audio cassette.
• Audiovisual tidak murni yaitu unsur suara dan gambarnya berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari slide proyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder.

Dan dilihat dari daya liputnya, media dibagi menjadi, Pertama, media dengan daya liput luas dan serentak. Penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang serta dapat menjangkau jumlah siswa yang banyak dalam waktu yang sama. Kedua, media dengan daya liput yang terbatasoleh ruang dan tempat. Media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus seperti, film, sound slide, film rangkai, yang harus menggunakan tempat tertutup dan gelap.

C. Kelebihan & Kelemahan Media Audio-Visual
Beberapa Kelebihan atau kegunaan media Audio-Visual pembelajaran sama dengan pengajaran Audio & visual yaitu:
• Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata, tertulis atau lisan belaka)
• Mengatasi perbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti:
a. Objek yang terlalu besar digantikan dengan realitas, gambar, filmbingkai, film atau model
b. Obyek yang kecil dibantu dengan proyektor micro, film bingkai, film atau gambar
c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan tame lapse atau high speed photografi
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film,video, film bingkai, foto maupun secara verbal
e. Obyek yang terlalu kompleks (mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dll
f. Konsep yang terlalu luas (gunung ber api, gempa bumi, iklim dll) dapat di visualkan dalam bentuk film,film bingkai, gambar,dll.
• Media audio visual bisa berperan dalam pembelajaran tutorial.


Pengajaran audio-visual juga mempunyai beberapa kelemahan yang sama dengan pengajaran visual, yaitu :
• Terlalu menekankan pentingnya materi ketimbang proses pengembangannya dan tetap memandang materi audio-visual sebagai alat Bantu guru dalam mengajar.
• Terlalu menekankan pada penguasaan materi dari pada proses pengembangannya dan tetap memandang materi audio visual sebagai alat Bantu guru dalam proses pembelajaran. Media yang beoriantsi pada guru sebernarnya
• Media audio visual cenderung menggunakan model komunikasi satu arah.
• Media audio-visual tidak dapat digunakan dimana saja dan kapan saja, karna media audio-visual cenderung tetap di tempat.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Media Audio-Visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis Media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yaitu Media Audio dan Media Visual.
Dilihat dari segi keadaannya, media audiovisual dibagi menjadi :
• Audiovisual Murni yaitu unsur suara maupun unsur gambar berasal dari suatu sumber.
• Audiovisual tidak murni yaitu unsur suara dan gambarnya berasal dari sumber yang berbeda.
Setiap media pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan yang antara lain,memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis dan kelemahan pada media audio visual adalah terlalu menekankan pada penguasaan materi dari pada proses pengembangannya.
Media sebenarnya akan sangat membantu dalam mewujudkan tujuan pendidikan meskipun banyak kekurangan yanng ada didalamnya. Maka diharapkan kekreatifitasan guru dalam memilih media mana yang lebih cocok untuk diterapkan dalam kelas. Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah materi yang akan disampaikan, situasi kelas dan sarana pra sarana.


DAFTAR PUSTAKA

Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M.Ag dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta ; PT Rineka Cipta.
Dr. M. Sobry Sutikno. 2009. Belajar dan pembelajaran “Upaya Kreatif dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berhasil”. Bandung; Prospect.
Prof. Dr. Azhar Arsyad, MA. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta ; Raja Grofindo Persada.
Dr. Arief S. Sadiman, M. Sc, dkk. 2006. Media Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Dr. Nana Sudjana dkk. 2007 .Teknologi Pengajaran. Bandung; Sinar Baru Algensindo.
Prof. Dr. H. Aminuddin Rasyad. 2003. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta Timur ; Uhamka Press.
M. Basyirudin Usman-Asnawir. 2002. Media pembelajaran. Jakarta; Delia Citra Utama.

# Situs Internet dengan alamat :
• http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/11/media-audio-visual-slide-bersuara/ (11:57, Senin 30-03-2011)

JENIS-JENIS ALAT EVALUASI / INSTRUMEN “NON TES”

BAB I
PENDAHULUAN

Untuk memperjelas pengertian “alat” atau “ instrument”, terapkan pada dua cara mengupas kelapa, yang satu menggunakan pisau parang, yang satu lagi tidak. Tentu saja hasilnya akan lebih baik dan pekerjaannya berakhir lebih cepat dibandingkan dengan cara yang pertama. Dalam kegiatan evaluasi, fungsi alat juga untuk memperoleh hasil yang lebih baik sesuai dengan kenyataan yang dievaluasi.
Dengan pengertian tersebut maka alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi. Dalam menggunakan alat tersebut evaluator menggunakan cara atau teknik, dan oleh karna itu dikenal dengan teknik evaluasi. Seperti disebutkan di atas ada dua teknik evaluasi yaitu teknik nontes dan teknik tes. Pada makalah kali ini akan dijelaskan mengenai teknik evaluasi non tes.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teknik Non Tes
Teknik Non tes merupakan cara pengumpulan data tidak menggunakan alat-alat baku, dengan demikian tidak bersifat mengukur dan tidak diperoleh angka-angka sebagai hasil pengukuran. Teknik ini hanya bersifat mendeskripsikan atau memberikan gambaran, hasilnya adalah suatu deskripsi atau gambaran. Terhadap gambaran-gambaran yang diperoleh dapat dibuat interpretasi, penyimpulan-penyimpulan bahkan dengan kualifikasi tertentu.
Dengan Teknik Non tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan dengan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan beberapa jenis teknik non tes. Teknik non tes ini pada umumnya memegang peranan yang penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik daris segi ranah sikap hidup (effective domain) dan ranah keterampilan (psychomotoric domain), sedangkan teknik tes sebagaimana telah dikemukakan sebelum ini, lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah proses berfikirnya (cognitive domain).

B. Jenis-jenis Teknik Non Tes
Teknik non tes ini tergolong menjadi beberapa bagian :
1. Skala bertingkat (Rating Scale)
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan. Seperti Oppenheim mengatakan : ”Rating gives a numerical value to some kind of judgement’’, maka suatu skala selalu disajikan dalam bentuk angka.
Ranting scale tidak hanya untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan, seperti skala untuk mengukur status ekonomi, pengetahuan dan kemampuan. Yang paling penting dalam ranting scale adalah kemampuan menerjemahkan alternative jawaban yang dipilih responden.
Dalam ranting scale fenomena-fenomena yang akan diobservasi itu disusun dalam tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan. Jadi, ranting scale tidak hanya mengukur secara mutlak ada atau tidaknya variable tertentu, tetapi kita lebih jauh mengukur bagaimana intensitas gejala yang kita ingin mengukurnya.
Contoh tabel dalam rangka menilai sikap peserta didik dalam mengikuti pengajaran pendidikan agama islam di sekolah.

2. Kuesioner (Questionair) / Angket
Pada dasarnya kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan kuesioner ini orang dapat diketahui tentang keadaan / data diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapatnya dan lain-lain.
Angket termasuk alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atau informasi, sikap, dan faham dalam hubungan kausal. Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara. Dalam wawancara, pewawancara berhadapan langsung dengan responden atau siswa, sedangkan dengan angket, dilaksanakan secara tertulis dan penilaian hasil belajar akan jauh lebih praktis, hemat waktu dan tenaga.
Kuesioner sering digunakan untuk menilai hasil belajar ranah efektif. Ia dapat berupa kuesioner bentuk pilihan ganda (multiple choice item) dan dapat pula berbentuk skala sikap.
Berikut ini dikemukakan contoh kuesioner bentuk pilihan ganda dalam rangka mengungkap hasil belajar pendidikan agama Islam ranah efektif (Kurikulum dan GBPP Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Tahun 1994).


Tentang macam kuesioner, dapat ditinjau dari beberapa segi :
a. Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, maka ada :
1) Kuesioner langsung
Kuesioner dikatakan langsung jika kuesioner tersebut dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.
2) Kuesioner tidak langsung
Adalah kuesioner yang dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang diminta keterangannya. Kuesioner tidak langsung biasanya digunakan untuk mencari informasi tentang bawahan, anak, saudara, tetangga dan sebagainya.
b. Ditinjau dari segi cara menjawab
1) Kuesioner tertutup
adalah kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
2) Kuesioner terbuka
adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya. Kuesioner terbuka disusun apabila macam jawaban pengisi belum terperinci denga jelas sehingga jawabannya akan beraneka ragam. Keterangan tentang alamat pengisi, tidak mungkin diberikan dengan cara memilih pilihan jawaban yang disediakan.
3. Daftar cocok (Check List)
Yang dimaksud dengan daftar cocok adalah deretan pertanyaan (yang biasanya singkat-singkat), dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok ( ) di tempat yang sudah disediakan.
Menurut Sobry Sutikno (2009:134) Check List adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan diamati. Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam daftar cek, kemudian observer tinggal memberikan tanda cek pada tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa sebenarnya skala bertingkat dapat digolongkan ke dalam daftar cocok karena dalam skala bertingkat, responden juga diminta untuk memberikan tanda cocok pada pilihan yang tepat.
4. Wawancara (Interview)
Wawancara atau interview adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan Tanya-jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi.
Menurut Zakiah Daradjat (1996: 177) Wawancara adalah pertemuan antarpribadi yang dilakukan secara informal antara seorang atau sejumlah murid dengan seorang dewasa untuk memperoleh pendapat otoritatif atas keterangan-keterangan informal mengenai beberapa hal.
Sedangkan menurut Sobry Sutikno (2009:134) wawancara adalah komunikasi langsung antara yang mewawancarai dengan yang diwawancarai. Tujuan wawancara ialah :
 Untuk memperoleh informasi guna menjelaskan suatu situasi dan kondisi tertentu
 Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah
 Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu.
Wawancara dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
a) Interviu bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi.
b) Interviu terpimpin, yaitu interviu yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu.
Diantara kelebihan yang dimiliki oleh wawancara adalah bahwa dengan melakukan wawancara, pewawancara dengan evaluator (guru, dosen dll) dapat melakukan kontak langsung dengan peserta didik yang akan dinilai, sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam.
Wawancara juga dapat dilengkapi dengan alat Bantu berupa tape recorder (alat perekan suara), sehingga jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat dicatat dengan secara lebih lengkap.

5. Pengamatan (observasi)
Adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.
Secara umum, observasi dapat diartikan sebagai penghimpunan bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap berbagai fenomena yang dijadikan objek pengamatan.
Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Observasi dapat mengukur dan menilai hasil dan proses belajar; misalnya tingkah laku peserta didik pada waktu guru pendidikan agama menyampaikan pelajaran di kelas, tingkah laku peserta didik pada jam-jam istirahat atau pada saat terjadinya kekosongan pelajaran, perilaku peserta didik pada saat shalat jama’ah di musholla sekolah, ceramah-ceramah keagamaan, upacara bendera, ibadah sholat tarawih dan sebagainya.
Ada 2 macam observasi :
a) Observasi partisipan yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.
b) Observasi sistematik yaitu observasi dimana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar secara sitematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Berbeda dengan observasi partisipan, maka dalam observasi sistematik ini pengamat berada di luar kelompok. Dengan demikian pengamat tidak dibingungkan oleh situasi yang melingkungi dirinya.
c) Observasi eksperimen, terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi.
Berikut ini dikemukakan dua buah instrument evaluasi berupa daftar isian dalam rangka menilai keterampilan peserta didik, dalam suatu observasi sistematis.
Contoh 1:

Hasil penilaian dengan menggunakan instrument tersebut di atas sifatnya adalah individual. Setelah selesai, nilai-nilai individual itu dimasukkan ke dalam daftar nilai yang sifatnya kolektif, seperti contoh berikut ini:

Penilaian atau evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan dengan melakukan observasi itu disamping memiliki kebaikan, juga tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan. Diantara segi kebaikan yang dimiliki oleh observasi itu ialah, bahwa:
a. Data observasi itu diperoleh secara langsung dilapangan, yakni dengan jalan melihat dan mengamati kegiatan peserta didik di dalam melakukan sesuatu, dengan demikian data tersebut dapat lebih bersifat obyektif dalam melukiskan aspek-aspek kepribadian peserta didik menurut keadaan yang senyatanya.
b. Data hasil observasi dapat mencakup berbagai aspek kepribadian masing-masing individu peserta didik; dengan demikian maka di dalam pengolahannya tidak berat sebelah atau hanya menekankan pada salah satu segi saja dari kecakapan atau prestasi belajar mereka.
Adapun segi kelemahannya adalah :
a. Observasi sebagai salah satu alat evaluasi hasil belajar tidak selalu dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh para pengajar. Guru yang tidak atau kurang memiliki kecakapan atau keterampilan dalam melakukan observasi, maka hasil observasinya menjadi kurang dapat diyakini kebenarannya.
b. Kepribadian (personality)dari observer atau evaluator juga acapkali mewarnai atau menyelinap masuk ke dalam penilaian yang dilakukan dengan cara observasi. Prasangka-prasangka yang mungkin melekat pada diri observer (evaluator) dapat mengakibatkan sulit dipisahkan secara tegas mengenai tingkah laku peserta didik yang diamatinya.
c. Data yang diperoleh dari kegiatan observasi umumnya baru dapat mengungkap “kulit luar”nya saja. Adapun apa-apa yang sesungguhnya terjadi di balik hasil pengamatan itu belum dapat diungkap secara tuntas hanya dengan melakukan observasi saja.
6. Riwayat Hidup
Adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup, maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan dan sikap dari objek yang dinilai.
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (teknik nontes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen, misalnya dokumen yang memuat informasi mengenai riwayat hidup (auto biografi).
Selain itu juga dokumen yang memuat informasi tentang orang tua peserta didik, seperti: nama, tempat tingga;, tempat dan tanggal lahir, agama yang dianut, pekerjaan pokoknya, tingkat atau jenjang pendidikannya, rata-rata penghasilannya setiap bulan dan sebagainya.
7. Skala Sikap
Skala sikap merupakan kumpulan pertanyaan-pertanyaan mengenai sikap suatu objek. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari. Sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupannya. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa obyek-obyek tertentu.
Untuk mengukur sikap, dapat dilakukan dengan menggunakan skala sikap yang dikembangkan oleh Likert. Ada 2 bentuk pertanyaan yang menggunakan skala Likert ini yaitu :
1. Bentuk pertanyaan positif untuk mengukur sikap positif
2. Bentuk pertanyaan negatif untuk mengukur sikap negatif.

Dari uraian tersebut dapatlah dipahami, bahwa dalam rangka evaluasi hasil belajar peserta didik, evaluasi itu tidak harus semata-mata dilakukan dengan menggunakan alat berupa tes-tes hasil belajar. Teknik-teknik nontes juga menempati kedudukan yang penting dalam rangka evaluasi hasil belajar, lebih-lebih evaluasi yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan peserta didik, seperti persepsinya terhadap mata pelajaran tertentu, persepsinya terhadap guru, minatnya, bakatnya, tingkah laku atau sikapnya dan sebagainya, yang kesemuanya itu tidak mungkin dievaluasi dengan menggunakan tes sebagai alat pengukurnya.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam kegiatan evaluasi, fungsi alat juga untuk memperoleh hasil yang lebih baik sesuai dengan kenyataan yang dievaluasi. Alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi.
• Jenis-jenis Teknik Non Tes
1. Skala bertingkat (Rating Scale)
2. Kuesioner (Questionair) / Angket
3. Daftar cocok (Check List)
4. Wawancara (Interview)
5. Pengamatan (observasi)
6. Riwayat Hidup
7. Skala Sikap
Dalam rangka evaluasi hasil belajar peserta didik, evaluasi itu tidak harus semata-mata dilakukan dengan menggunakan alat berupa tes-tes hasil belajar. Teknik-teknik nontes juga menempati kedudukan yang penting dalam rangka evaluasi hasil belajar.


DAFTAR PUSTAKA

Sutikno, Sobry. Belajar dan pembelajaran “Upaya Kreatif dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berhasil”. Bandung: Prospect. 2009.

Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara. Cet. 8. 2008.

Darajat, Zakiah, dkk. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1996.

Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. 2009.

Organisasi dan Administrasi Pelayanan Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah.

BAB I
PENDAHULUAN

Pelayanan bimbingan dan konseling meniscayakan manajemen agar tercapai efisiensi dan efektivitas serta tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, setidaknya ada 3 alasan mengapa manajemen itu diperlukan termasuk dalam dunia pelayanan bimbingan dan konseling, yaitu pertama, untuk mencapai tujuan. Kedua, untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan (apabila ada). Manajemen diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan apabila ada yang saling bertentangan dari pihak-pihak tertentu seperti kepala sekola dan madrasah, para guru, tenaga administrasi, para siswa, orang tua siswa, komite sekolah dan madrasah, dan pihak-pihak lainnya. Ketiga, untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar atau merupakan perhitungan rasio antara keluaran (output) dengan masukan (input). Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepala sekolah dan Madrasah yang efektif atau coordinator layanan BK yang efektif dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan atau metode yang tepat untuk mencapai tujuan sekolah dan madrasah atau tujuan layanan BK. Menurut Peter Drucker dalam T. Hani Handoko (1999), efektifitas adalah melakukan pekerjaan yang benar, sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar.



BAB II
PEMBAHASAN

A) Prinsip-Prinsip Organisasi dan Administrasi Pelayanan Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah.
Dalam merencanakan organisasi dan administrasi program Bimbingan sejumlah prinsip-prinsip dasar perlu mendapat perhatian para petugas sekolah. Di antara prinsip-prinsip itu berikut ini yang terpenting:
1) Program bimbingan yang efektif harus menghasilkan timbulnya suatu sikap pada anak yang dapat memahami dirinya sendiri, dapat membantu diri sendiri dan dapat mengarahkan diri sendiri dengan lebih baik.
2) Program itu harus merupakan bagian yang vital dan integral daripada keseluruhan program sekolah dan harus erat sekali berhubungan dengan kegiatan-kegiatan murid di rumah dan masyarakat.
3) Program itu harus di dasarkan pada minat, motif-motif yang mendesak dan tujuan-tujuan hidup murid.
4) Program itu harus berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan perkembangan anak yang telah dipengaruhi oleh lingkungannya serta factor-faktor lain.
5) Program itu harus merupakan program yang kontinu dan yang bertujuan melayani semua anak-anak sekolah, dan bukan hanya anak-anak yang bertingkah laku tidak baik saja.
6) Program itu harus mudah dalam pengaturan dan tata laksananya.
7. Program itu harus dipersiapkan untuk menemukan dan memecahkan berbagai masalah anak.
8. Program itu harus merupakan usaha bersama semua anggota staf sekolah.
9. Penempatan personil sesuai dengan keahlian dan kemampuannya.
10. Rencana harus tersusun secara sederhana dalam arti mudah dipelajari, mudah dilaksanakan, mudah dikontrol dan fleksibel.
11. Rencana harus disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia.
Prinsip-prinsip umum tersebut dikemukakan dengan maksud memberi arah yang baik bagi mereka yang menghendaki suatu organisasi program bimbingan yang fungsional.

B. Pola Organisasi yang Sederhana
Sekolah merupakan suatu lembaga social. Selain itu, sekolah dan madrasah juga merupakan suatu unit kerja, sekolah dikelola atau di organisasi menurut pola-pola atau kerangka hubungan structural tertentu. Yang dimaksud pola manajemen pelayanan bimbingan dan konseling adalah kerangka hubungan structural antara berbagai kedudukan dalam pelayanan bimbingan konseling di sekolah. Kerangka hubungan tersebut digambarkan dalam suatu struktur organisasi pelayanan bimbingan dan konseling.
Dalam kondisi dan situasi seperti yang kita hadapi dewasa ini lebih baik kita mulai dengan organisasi bimbingan yang sederhana dulu. Tidak perlu kita menunggu terlebih dahulu adanya petugas bimbingan yang terdidik dan terlatih khusus dengan segala fasilitasnya yang serba lengkap.
Pola organisasi berikut dapat diterapkan di tiap sekolah yang bermaksud melaksanakan program bimbingan di sekolahnya.
Sesuai dengan pola organisasi di atas, maka pengawas pemilik sekolah (bagi SD) merupakan administrator kepala dalam program bimbingan di sekolah, dan kepala sekolah adalah petugas utama dalam administrasi bimbingan lagi masing-masing sekolahnya.
Guru, yang setiap hari berhubungan dengan murid-muridnya, mendapat tugas untuk melaksanakan sebagian besar kegiatan-kegiatan bimbingan. Ia dibantu dalam tugasnya oleh kepala sekolah, guru penyuluh dan oleh pengawas.
Jika keadaan memungkinkan adalah sangat baik apabila bagi setaip 5 atau 10 orang guru dapat diangkat seorang guru penyuluh khusus.
C. Langkah-langkah yang perlu diambil untuk memulai melaksanakan program bimbingan
Untuk menjamin kelancaran Organisasi pelayanan bimbingan perlu sekali disiapkan suatu rencana kerja yang baik dan mendapat dukungan dari segenap anggota staf. Guru-guru yang telah mendapat pelajaran khusus dalam bimbingan dan penyuluhan, baik di sekolah maupun dalam rapat-rapat kerja atau up grading, hendaknya mengambil prakarsa dan berpartisipasi secara aktif dalam usaha mengembangkan rencana tersebut.
Langkah-langkah yang perlu diambil dalam mengatur organisasi program bimbingan di sekolah perlu mencakup tahap-tahap sebagai berikut:
1. Pembentukan Dewan Bimbingan yang akan melaksanakan fungsi permulaan dan dipimpin oleh kepala sekolah. Untuk memecahkan berbagai masalah sehubungan dengan rencana mengadakan berbagai pelayanan bimbingan, maka peru dibentuk seksi-seksi, antara lain:
a. Seksi yang bertugas menyiapkan catatan-catatan kumulatif yang diperlukan.
b. Seksi yang bertugas menyiapkan program kegiatan-kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler.
c. Seksi yang bertugas menyiapkan program kegiatan pendidikan kejuruan.
d. Seksi yang bertugas menyiapkan program hubungan masyarakat.
e. Seksi yang bertugas menyiapkan program testing dan evaluasi.
f. Seksi yang bertugas menyiapkan program In-service training bagi semua petugas sekolah.
2. Kesempatan bekerja diberikan kepada seksi-seksi dengan ditetapkan batas waktu, umpamanya 1 atau 2 minggu. Tiap-tiap seksi harus menghasilkan rencana dan program kerja yang akan dilaksanakan.
3. Rapat Pleno Dewan Bimbingan diadakan untuk membicarakan progress report seksi-seksi. Rapat tersebut harus menghasilkan rencana dan program kerja yang akan dilaksanakan.
4. Pelaksanaan rencana dan program kerja yang telah disetujui. Kepala sekolah dengan dibantu oleh seluruh anggota staf mengadakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Menyiapkan catatan-catatan kumulatif yang diperlukan.
b. Menentukan program testing dan evaluasi.
c. Menyempurnakan organisasi perpustakaan sekolah dan menambah isinya, terutama dengan bahan-bahan yang diperlukan untuk membantu kelancaran program bimbingan.
d. Mengadakan ruang khusus untuk keperluan penyuluhan dengan alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan.
e. Memperbaiki hubungan antara sekolah dengan rumah, dan antara sekolah dengan masyarakat. Sehubungan dengan ini penerangan diberikan kepada masyarakat mengenai program bimbingan di sekolah.
f. Mengadakan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler, seperti usaha halaman, gerakan pramuka, kesenian, olahraga dan lain-lain, serta menyiapkan prasarananya yang diperlukan.
Bila keadaan membantu perlu ditunjuk seorang guru untuk bertindak sebagai guru penyuluh atau counselor khusus.
5. Memulai program Bimbingan oleh guru penyuluh.
Setelah guru penyuluh dan setelah ada ruangan kerjanya yang khusus yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan alat-alat yang diperlukan, termasuk catatan-catatan kumulatif dan berbagai formulir serta catatan-catatan wawancara, maka ia harus memulai program bimbingan itu dengan mengadakan wawancara dengan sebuah kelas atau sekelompok murid yang telah dipilihnya.
Tentu saja penting sekali bagi keberhasilan program bimbingan bahwa guru penyuluh itu harus sudah memahami segala tujuan, prinsip-prinsip dan teknik-teknik bimbingan serta tugas dan tanggung jawab sebagai counselor.
D. Perencanaan program In-Service Training (Penataran) bagi petugas-petugas Bimbingan
1. Pengertian dan Tujuan In-Service Training
Yang dimaksud dengan In-Service Training ialah semua usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan keahlian guru dan pegawai guna menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan mereka dengan bidangnya masing-masing. In-Service Training merupakan suatu tuntunan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Adapun tujuannya ialah:
a) Mempertinggi mutu para petugas dalam bidang profesinya masing-masing.
b) Meningkatkan efisiensi kerja menuju kearah tercapainya hasil yang optimum.
c) Mengembangkan kegairahan kerja dan meningkatkan kesejahteraan.
2. Tempat Penyelenggaraan
Bisa di selenggarakan di dalam negeri atau bisa juga di luar negeri. Adapun In-Service Training di dalam negeri dapat dilaksanakan:
a) Pada lembaga-lembaga pendidikan guru.
b) Pada kursus-kursus penataran dan kursus-kursus lain.
c) Pada tempat yang ditentukan sesuai dengan taraf lingkungan : Nasional, Propinsi dan daerah.
d) Di sekolah masing-masing.
Penyelenggaraan di luar Negeri ditentukan tempatnya oleh pemerintah melalui prosedur yang berlaku.
3. Penyelenggaraan In-Service Training di Sekolah
Kepala Sekolah merupakan pimpinan dan penanggung jawabnya. Dalam pelaksanaannya dibentuk suatu seksi yang diberi nama: seksi In-Service Training.
Sehubungan dengan program ini, berikut ini dikemukakan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian:
a. Program In-Service Training dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan, sesuai dengan program sekolah (jadwal tahunan).
Program ini diadakan dengan persiapan yang matang serta memperhatikan:
1) Taraf kegiatan sekolah masing-masing.
2) Disesuaikan dengan urgensi persoalan.
b. Dalam pelaksanaannya dipergunakan tenaga dari dalam dan apabila diperlukan dapat diundang manusia sumber dari luar sekolah.
c. Seluruh hasil kegiatan In-Service Training harus diabadikan dalam sebuah dokumentasi pendidikan dan harus dilengkapi dengan catatan hasil pelaksanaannya.
d. Evaluasi diadakan pada akhir tahun pelajaran yang di dalamnya dapat diikut sertakan staf guru, murid dan masyarakat.
e. Supaya program In-Service Training itu berhasil dengan baik, diperlukan dana khusus yang didapat baik dari pemerintah setempat maupun dari usaha-usaha lain yang sah.
4. Penyelenggaraan di Sekolah bagi Petugas-petugas Bimbingan
Seperti telah dikemukakan di atas maka untuk kelancaran kerja, pertama sekali perlu dibentuk seksi In-Service Training. Tugas seksi inilah yang harus mencari kontak dengan sumber-sumber dari luar sekolah, untuk mendapatkan manusia-manusia sumber yang benar-benar ahli dan mampu memberikan pengetahuan dan keterampilan yang dikehendaki para peserta. Seksi ini pula yang harus merencanakan dan menetapkan isi program In-Service Training tersebut. Sangat berguna apabila dalam seksi itu terdapat sekurang-kurangnya seorang anggota staf yang mempunyai pengetahuan mengenai fungsi utama program bimbingan dan teknik-teknik counseling yang berguna.
5. Peranan Seksi In-Service Training
Seksi ini bertanggungjawab dalam merencanakan dan menetapkan:
a. Peserta In-Service Training.
b. Waktu dan tempat penyelenggaraan.
c. Fase-fase penting program bimbingan yang akan dijadikan isi program In-Service Training.
d. Tenaga-tenaga pengajar yang perlu diambil, baik dari dalam maupun dari luar.
e. Metode dan teknik yang akan dipergunakan, umpamanya : ceramah-ceramah, diskusi, observasi, seminar, workshop, karyawisata dan lain-lain.
f. Pembiayaan.
6. Fase-fase penting dalam program bimbingan yang akan dijadikan isi program In-Service Training
Ada dua kelompok guru yang harus diperhatikan dalam penyusunan program In-Service Training, yakni: guru-guru penyuluh dan guru-guru biasa. Guru-guru biasa ini, yang merupakan kelompok yang terbesar, tidak memerlukan training dalam bimbingan dan penyuluhan yang mendalam dan eksistensi. Kepada kelompok ini cukuplah bila diberikan pelajaran mengenai prosedur umum dalam mempelajari dan memahami anak didik, ditambah dengan pengetahuan tentang prinsip-prinsip dasar, fungsi-fungsi bimbingan dan teknik-teknik yang dipergunakan dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan.
Di antara fase-fase penting dalam pelayanan bimbingan yang perlu mendapat perhatian untuk dimasukkan sebagai isi program In-Service Training adalah:
a) Tujuan dan prinsip-prinsip dasar pelayanan bimbingan.
b) Peranan guru dalam bimbingan.
c) Penggunaan berbagai jenis pencatatan, termasuk catatan kumulatif, catatan anekdot, catatan test dsb.
d) Prosedur yang harus di tempuh dalam melaksanakan studi kasus dan case history.
e) Teknik-teknik yang dipergunakan dalam mempelajari sifat-sifat dan sikap anak-anak dan bagaimana menafsirkan tingkah laku mereka.
f) Metode melaksanakan wawancara dengan murid dan dengan orang tua.
g) Penggunaan sumber-sumber informasi pra-kejuruan dan pekerjaan/mata pencaharian secara efektif, termasuk kurikulum sendiri dan sumber-sumber luar.
h) Penggunaan berbagai alat evaluasi dan diagnostik secara baik, termasuk test-test kepribadian, kecerdasan, sikap, minat, pembawaan, hasil belajar dan test sosiometrik.
i) Latihan khusus dan mendalam bagi guru-guru penyuluh dan petugas-petugas bimbingan lainnya.
7. Beberapa bentuk pelaksanaan program In-Service Training dalam Bimbingan dan Penyuluhan
Mengingat urgensi pelayanan bimbingan di sekolah, maka perlu diselenggarakan berbagai bentuk pelaksanaan program In-Service Training. Di antara rencana-rencana yang paling efektif untuk membantu para petugas sekolah dan guru-guru adalah:
a. Kursus-kursus ekstension dan profesionil.
Bentuk ini diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli atau prakarsa pengawas counselor atau kepala sekolah. Dilaksanakan pada liburan-liburan panjang atau pada malam hari.
b. Belajar melalui observasi, konperensi-konperensi dan konsultasi.
Observasi terhadap program bimbingan dan penyuluhan pada sekolah-sekolah lain, dilengkapi dengan konsultasi dan konperensi dengan para ahli, akan sangat menguntungkan bagi para petugas, apabila hal itu dilaksanakan selama waktu In-Service Training. Usaha ini menunjukan pada para peserta bagaimana orang lain mempraktekkan program bimbingan itu, sehingga dapat disusun rencana untuk melaksanakan program serupa di sekolah sendiri.
c. Lokakarya (Workshop), rapat-rapat kerja dan seminar.
Usaha-usaha ini sebaiknya diadakan secara teratur pada hari-hari libur panjang atau pada waktu lain yang baik. Ini pun sebaiknya diprakarsai oleh pengawas counselor. Suatu hal yang menggembirakan ialah bahwa dalam rangka pelaksanaan pelita telah dimasukkan suatu kegiatan yang dinamakan “Upgrading Guru-guru SD”. Alangkah baiknya apabila “Bimbingan dan Penyuluhan” dapat dimasukkan sebagai salah satu subyek yang tetap dan diberikan secara kontinyu tiap-tiap tahun pada para peserta upgrading.


KESIMPULAN

Prinsip-Prinsip Organisasi dan Administrasi Pelayanan Bimbingan Dan Penyuluhan Di sekolah:
• Program itu harus merupakan bagian yang vital dan integral.
• Program bimbingan yang efektif harus menghasilkan timbulnya suatu sikap pada anak yang dapat memahami dirinya sendiri.
• Program itu harus di dasarkan pada minat.
• Program itu harus berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan perkembangan anak.
• Program itu harus merupakan program yang kontinue. Dsb
Sekolah merupakan suatu lembaga social. Selain itu, sekolah dan madrasah juga merupakan suatu unit kerja, sekolah dikelola atau diorganisasi menurut pola-pola atau kerangka hubungan structural tertentu.
In-Service Training ialah semua usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan keahlian guru dan pegawai guna menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan mereka dengan bidangnya masing-masing. In-Service Training merupakan suatu tuntunan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Tujuan In-Service Training adalah :
a) Mempertinggi mutu para petugas dalam bidang profesinya masing-masing.
b) Meningkatkan efisiensi kerja menuju kearah tercapainya hasil yang optimum.
c) Mengembangkan kegairahan kerja dan meningkatkan kesejahteraan.
Ada dua kelompok guru yang harus diperhatikan dalam penyusunan program In-Service Training, yakni: guru-guru penyuluh dan guru-guru biasa.
Mengingat urgensi pelayanan bimbingan di sekolah, maka perlu diselenggarakan berbagai bentuk pelaksanaan program In-Service Training. Di antara rencana-rencana yang paling efektif untuk membantu para petugas sekolah dan guru-guru adalah:
a. Kursus-kursus ekstension dan profesionil.
b. Belajar melalui observasi, konperensi-konperensi dan konsultasi.
c. Lokakarya (Workshop), rapat-rapat kerja dan seminar.


DAFTAR PUSTAKA


Tohirin. 2009. Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Syahril & Ahmad Riska. 1986 Pengertian bimbingan dan konseling : Angkasa Raya.
Djumhur & Surya. 1975. Bimbingan penyuluhan di sekolah: Bandung CV.Ilmu.

Selasa, 29 Maret 2011

CONTOH PROPOSAL MET-LIT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sekarang ini bahasa Arab masih dianggap sebagai bagian dari "Pendidikan Agama". Perekrutan para pengajarnya pun sering tumpang tindih. Seorang lulusan Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam, tidak sedikit yang diberi tugas untuk mengajar bahasa Arab. Sebaliknya, seorang lulusan Fakultas Adab Jurusan Sastera Arab juga tidak sedikit yang diberi tugas untuk mengajar pengetahuan agama Islam. Itulah sebabnya dalam beberapa LHBS (raport) kita dapatkan bahasa Arab diletakkan satu kelompok dengan mata-mata pelajaran di bawah bagian "Pendidikan Agama". Dengan adanya persepsi seperti ini, yaitu anggapan bahwa bahasa Arab merupakan bagian dari pendidikan agama, di samping latar belakang pengajarnya yang berbeda-beda, tak diherankan jika hasil pembelajaran bahasa Arab di Indonesia masih jauh dari apa yang diharapkan.
Dalam Kurikulum 2004 dan 2006 disebutkan bahwa salah satu karakteristik mata pelajaran bahasa Arab adalah bahwa bahasa Arab mempunyai dua fungsi, yakni sebagai alat komunikasi antara manusia dan sebagai bahasa agama Islam. Tetapi kenyataan di sekolah-sekolah atau di madrasah-madrasah pada umumnya lebih menitik beratkan pada fungsi kedua, yaitu sebagai bahasa agama Islam. Pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing keberhasilannya tidak sekadar bertumpu pada kurikulum, tetapi juga kepada model dan metode pembelajarannya, selain faktor yang terpenting adalah pengajarnya itu sendiri.
Sebagaimana yang telah menjadi keyakinan dalam diri kita adalah bahwasanya jalan yang memberi kita jaminan keselamatan dan kenikmatan Islam adalah satu dan tidak berbilang-bilang, yaitu mengilmui dan mengamalkan ajaran al-Kitab (Alquran – efhape) dan as-Sunnah sesuai dengan yang diajarkan Rosululloh dan dipahami oleh para sahabatnya. Dalam hadits riwayat Imam Muslim disebutkan :
“Aku tinggalkan sesuatu bersama kalian, jika kamu berpegang teguh padanya, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku”.
Dan Allah telah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran karena bahasa Arab adalah bahasa terbaik yang pernah ada sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkannya.” [Yusuf: 2]
Oleh karena itu tidak perlu diragukan lagi, memang sudah seharusnya bagi seorang muslim mencintai bahasa Arab dan berusaha menguasainya. Hal ini ditegaskan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan sesunggunhya Al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh Pencipta Semesta Alam, dia dibawa turun oleh A-Ruh Al-Amin (jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” [Asy-Syu’aro: 192-195]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
“Sesungguhnya ketika Allah menurunkan kitab-Nya dan menjadikan Rosul-Nya sebagai penyampai risalah (al-Kitab) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta menjadikan generasi awal agama ini berkomunikasi dengan bahasa Arab, maka tidak ada jalan lain dalam memahami dan mengetahui ajaran Islam kecuali dengan bahasa Arab. Oleh karena itu memahami bahasa Arab merupakan bagian dari agama. Keterbiasaan berkomunikasi dengan bahasa Arab mempermudah kaum muslimin memahami agama Allah dan menegakkan syiar-syiar agama ini, serta memudahkan dalam mencontoh generasi awal dari kaum Muhajirin dan Anshor dalam keseluruhan perkara mereka.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim: 162).
Bahasa Arab memang sebuah bahasa yang istimewa. Sehingga Allah SWT berkenan berbicara kepada umat manusia dengan bahasa Arab lewat Al-Quran Al-Karim. Padahal Al-Quran itu bukan hanya ditujukan kepada bangsa Arab saja, melainkan untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman. Allah SWT bukan tidak tahu bahwa manusia itu memiliki ribuan jenis bahasa yang saling berbeda. Namun Dia telah menetapkan bahwa hanya ada satu bahasa yang digunakannya untuk memberik petunjuk buat milyaran umat manusia, yaitu bahasa Arab.
Kemudian Allah SWT pun telah menetapkan bahwa cara manusia berkomunikasi dengan-Nya lewat ibadah shalat pun dengan menggunakan bahasa Arab. Shalat itu menjadi tidak sah ketika tidak menggunakan bahasa Arab, meski bukan berarti Allah SWT tidak mengerti bahasa Arab itu. Namun sengaja Allah SWT menetapkan bahwa shalat kepada-Nya hanya boleh menggunakan bahasa Arab saja.
Bila suatu umat muslimin di muka bumi ini tidak bisa bahasa Arab, artinya mereka pasti tidak paham tiap ayat Al-Quran, tidak paham hadits nabi, tidak mengerti apa yang mereka baca dalam zikir, shalat dan doa. Tidak mengerti syariah Islam dan ajaran-ajarannya secara mendetail. Kecuali bila diterjemahkan terlebih dahulu dan dijelaskan satu persatu. Dan metode penerjemahan begini tentu saja sangat terbatas keberhasilannya, terlalu lemah dan justru sangat menghambat. Itulah sebabnya kita sebagai umat Islam harus mampu berbahasa arab sehingga mempermudah kita memahami Al-Quran.
Apalagi dalam sebuah pendidikan anak sekolah dasar yang kemampuannya sangat minim jika tidak terus oleh seorang guru mengajari Bahasa Arab dengan detail sampai anak tersebut mampu menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Agar mereka lebih mudah memahami makna Al-Quran secara lebih dalam, sehingga dapat membentuk pribadi yang soleh dan solehah. Banyak zaman sekarang seorang anak yang sudah terpengaruh pergaulannya dengan dunia barat yang membawa mereka pada pola pikir yang realistis dan hanya mengutamakan kesenangan dunia belaka. Hal ini harus diwaspadai, sebab secara tidak langsung membuat mereka tidak ingin mengenal agamanya secara lebih mendalam. Al-Quran lah pedoman yang baik dan satu-satunya petunjuk yang lurus untuk kehidupan umat manusia.
B. Identifikasi Masalah
Merujuk pada Latar belakang masalah di atas, maka dapat di identifikasi beberapa masalah yang berkaitan dengan latar belakang diatas sebagai berikut :
1. Rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap Mata Pelajaran Bahasa Arab?
2. Apakah dengan kemampuan Bahasa Arab dapat memudahkan siswa menerjemahkan Al-Qur’an?
3. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan Bahasa Arab dengan kemampuan membaca Al-Qur’an di MI An-Najiyah Pondok Karya Tangerang Selatan?
C. Pembatasan Masalah
Karena keterbatsan dari segi waktu, kesempatan kemampuan peneliti dan luasnya cakupan masalah, maka penelitian ini akan dibatasi hanya membahas tentang hubungan kemampuan Bahasa Arab dengan kemampuan membaca Al-Quran. Yang dimaksud membaca disini adalah mengerti arti terjemahan ayat-ayat Al-Quran pada anak usia Sekolah Dasar di MI An-Najiyah Pondok Karya dengan fokus penelitian pada siswa kelas VI tahun ajaran 2010 - 2011.


D. Rumusan Masalah
Berdasarkan Identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan permasalahannya dalam penelitian diatas sebagai berikut:
1. Bagaimana kemampuan Bahasa Arab siswa?
2. Bagaimana kemampuan membaca Al-Quran siswa?
3. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan Bahasa Arab siswa dengan kemampuan membaca Al-Quran di MI An-Najiyah Pondok Karya Tangerang Selatan?
E. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data atau informasi guna diolah dan digunakan untuk mengetahui hubungan antara kemampuan Bahasa Arab siswa dengan kemampuan membaca Al-Quran di MI An-Najiyah Pondok Karya Tangerang Selatan. Seta untuk mengetahui bagaimanakah hasil belajar siswa yang memiliki kecerdasan berbahasa Arab dengan yang tidak.
F. Manfaat Penelitian
Dengan diketahuinya tujuan umum penelitian seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis mengharapkan penelitian ini berguna bagi Guru, Siswa dan orangtua. Adapun manfaat penelitian ini dapat peneliti rangkum kedalalam 2 bagian yaitu:
a. Manfaat Praktis
Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pendidikan terutama dikaitkan dengan hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan belajar anak.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka penyempurnaan konsep maupun implementasi praktik pendidikan sebagai upaya yang strategis dalam pengembangan berbahasa Arab siswa.
b. Manfaat Teoritis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan yang bermanfaat bagi guru PAI sebagai bahan evaluasi sekaligus sebagai masukan dalam meningkatkan kegiatan proses pembelajaran Bahasa Arab yang dapat mempengaruhi secara positif terhadap pemahaman siswa dalam membaca dan mengerti arti dalam Al-Quran.















BAB II
PENGAKAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori
1. Kemampuan Membaca Al-Quran
a. Pengertian Kemampuan
Kata kemampuan berasal dari kata mampu. Mampu mempunyai 2 arti yaitu :
1. Kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, dapat.
2. Berada, kaya, mempunyai harta berlebih.
Sedangkan kata kemampuan setelah mendapat awalan ke- dan akhiran –an, mempunyai 2 arti yaitu :
1. Kesanggupan, kecakapan, kekuatan.
2. Kekayaan.
b. Hakikat Al-Quran
Dari segi bahasa, Qur’an berasal dari qara’a, yang berarti menghimpun dan menyatukan. Sedangkan Qira’ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya dengan susunan yang rapih. (Al-Qattan, 1995: 20). Mengenai hal ini, Allah berfirman dalam QS. Al Qiyamah (75) ayat 17-18:

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu)dan (membuatmu pandai) membacanya. (Al Qiyamah: 17)

“Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu”. (Al Qiyamah: 18)
Adapun definisi Al-Quran ialah “Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah”.
Al-Quran adalah kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat dan membacanya adalah ibadah. Begitu luar biasanya Al-Quran yang merupakan mukjizat Nabi Muhammad mengandung beberapa hukum. Hukum yang terkandung dalam Al-Quran dibedakan menjadi dua yaitu hukum ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji dan nazar. hukum muamalah menurut Abdul Al-Wahab Khalaf mencakup hukum keluarga, kebndaan, jinayah, lembaga peradilan, perundang-undangan, negara, ekonomi dan lain sebagainya.
Dalam hubungannya dengan hukum Islam, Al-Quran memang diturunkan dalam bahasa Arab, namun Al-Quran memberikan hukum yang sama bagi seluruh umat manusia, sehingga bangsa Arab tidak lebih utama atas bangsa ‘ajam (non Arab) kecuali dengan taqwanya.

Membaca Al-Quran itu terbagi dua:
Pertama, Membaca secara makna, yaitu membenarkan semua yang dikabarkan di dalamnya dan menunaikan semua perintah yang terkandung di dalamnya.
Kedua, Membaca secara lafazh, dan nash tentang keutamaan membaca Al-Quran baik membacanya secara keseluruhan, sebagian suratnya atau sebagian Ayatnya.
c. Manfaat membaca Al-Quran
Ada banyak manfaat dan faedah seseorang yang gemar membaca Al-Qur'an. Bacaan ayat suci Al-Qur'an tersebut akan berimbas terhadap diri orang yang membaca. Berikut ini beberapa pengaruh positif dan manfaat yang akan diperoleh oleh orang yang rajin membaca ayat suci Al-Qur'an:
1. Menumbuhkan Ketenangang Jiwa
Orang-orang yang rajin membaca ayat-ayat Al-Qur'an maupun rajin dan rutin mendengarkan lantunan bacaan ayat suci Al-Qur'an akan memunculkan ketenangan dalam jiwa dan batinnya. Terlebih jika dibarengi dengan pemahaman dan pengetahuan terhadap arti bacaan yang sedang dibaca. Al-Qur'an menghibur jiwa-jiwa manusia yang gundah dan penuh masalah.
Lantunan tiap ayatnya menjadi obat dan penawar bagi jiwa yang gersang dan tidak tentram. Jika Anda sedang dibalut banyak persoalan hidup, maka Al-Qur'an adalah obatnya. Berwudhu dan bacalah ayat-ayat Al-Qur'an. Bacaan ayat suci Al-Qur'an akan menjadi embun penyejuk kegelisahan hati Anda. Jiwa yang gundah akan menjadi tenang, perasaan takut dan khawatir akan berubah menjadi tentram dan yakin akan segala keputusan yang terbaik yang diberikan Allah.
2. Berbuah Pahala
Ini merupakan manfaat jelas yang akan didapat seseorang yang rajin membaca bacaan ayat suci Al-Qur'an, maupun mereka yang hanya mendengarkan saja. Hanya mendengarkan saja dapat pahala, terlebih membacanya sendiri. Pahala yang diperoleh seseorang dalam membaca ayat-ayat Al-Quran sangat tergantung pada kualitas bacaan orang tersebut. Seseorang yang mampu membaca dengan baik dan benar, pasti mendapat imbalan pahala yang lebih baik dari pada mereka yang membaca tertatih-tatih. Hal ini merupakan bentuk
3. Obat Penyakit
Al-Qur'an adalah obat dari penyakit fisik. Prinsip terapi ruqiyah yang Anda kenal saat ini merupakan bentuk pemanfaatan ayat-ayat suci Al-Qur'an untuk terapi kesehatan. Namun yang harus diperhatikan bahwa penyembuhan bukan terletak pada bacaan ayat suci Al-Qur'an, melainkan keyakinan tetaplah pada Allah semata. Bacaan ayat suci Al-Qur'an yang digunakan harus jelas, baik bunyi maupun bagian ayat mana yang dipilih, tidak samar-samar atau ditambah. Sebab jika demikian, maka ruqiyah yang dimaksud tak lagi bersifat syar’iah (syar’i) melainkan beralih pada syirkiah (syirik).
d. Pentingnya memahami Al-Quran
Di antara ciri khas atau keistimewaan yang dimilki Al-Qur’an adalah ia bisa memberi syafa’at pada hari kiamat pada orang yang membacanya, mengkajinya, hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abi Umamah al-Bahimah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
“Baca Al-Qur’an, ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepadanya” (HR Muslim)”.
Dari Usman bin Affan ra. dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam ia bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain”(HR. Bukhari )
“Orang yang membaca Al-Qur’an sedangkan dia mahir melakukannya, kelak mendapat tempat di dalam Syurga bersama-sama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an, tetapi dia tidak mahir, membacanya tertegun-tegun dan nampak agak berat lidahnya (belum lancar), dia akan mendapat dua pahala.” (HR. Bukhari-Muslim)
“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Qur’an adalah seperti buah Utrujjah yang baunya harum dan rasanya enak. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an seperti buah kurma yang tidak berbau sedang rasanya enak dan manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur’an adalah seperti raihanah yang baunya harum sedang rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an adalah seperti hanzhalah yang tidak berbau sedang rasanya pahit.” (HR Bukhari & Muslim)
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikemukakan bahwa membaca Al-Quran itu adalah salah satu ibadah bagi umat muslim dan akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat jibril agar menjadi pedoman untuk kehidupan manusia. Selain menjadi pahala bagi kita yang membacanya kita pun akan mendapat manfaat yang luar biasa bagi siapa yang sering membaca dan menghayati makna ayat-ayat demi ayat dari Al-Quran tersebut.
Dengan demikian, memahami dan sering membaca Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari akan sangat bermanfaat, bisa memberi syafa’at pada hari kiamat pada orang yang membacanya, mengkajinya.
2. Kemampuan Bahasa Arab
a. Pengertian Bahasa Arab
Bahasa Arab (al-lughah al-‘Arabīyyah) atau secara mudahnya Arab (عربي ‘Arabī), adalah sebuah bahasa Semitik yang muncul dari daerah yang sekarang termasuk wilayah Arab Saudi. Bahasa ini adalah sebuah bahasa yang terbesar dari segi jumlah penutur dalam keluarga bahasa Semitik. Bahasa ini berkerabat dekat dengan bahasa Ibrani dan bahasa Aram. Bahasa Arab Modern telah diklasifikasikan sebagai satu makrobahasa dengan 27 sub-bahasa dalam ISO 639-3. Bahasa-bahasa ini dituturkan di seluruh Dunia Arab, sedangkan Bahasa Arab Baku diketahui di seluruh Dunia Islam.
Bahasa Arab Modern berasal dari Bahasa Arab Klasik yang telah menjadi bahasa kesusasteraan dan bahasa liturgi Islam sejak lebih kurang abad ke-6. Abjad Arab ditulis dari kanan ke kiri. Bahasa Arab telah memberi banyak kosakata kepada bahasa lain dari dunia Islam, sama seperti peranan Latin kepada kebanyakan bahasa Eropa. Semasa Abad Pertengahan bahasa Arab juga merupakan alat utama budaya, terutamanya dalam sains, matematik adan filsafah, yang menyebabkan banyak bahasa Eropa turut meminjam banyak kosakata dari bahasa Arab.
Menurut Syaikh Mustafa al-Gulayayniy, Bahasa Arab adalah kalimat yang dipergunakan bangsa Arab dalam mengutarakan maksud/tujuan mereka.
Adapun Ahmad al-Hasyimiy mengemukakan bahwa: Oleh sebab itu bahasa Arab adalah suara-suara yang mengandung sebahagian huruf hijayyah.
Defenisi bahasa Arab yang dikemukakan oleh dua orang pakar di atas, isi dan redaksinya saling berbeda tetapi maksud dan tujuannya sama. Oleh karena itu, penulis menarik kesimpulan bahwa bahasa Arab itu adalah alat yang berbentuk huruf hijaiyyah yang dipergunakan oleh orang Arab dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial baik secara lisan maupun tulisan.
b. Tujuan mempelajari Bahasa Arab
Belajar Bahasa Arab (asing) berbeda dengan belajar bahasa ibu, oleh karena itu prinsip dasar pengajarannya harus berbeda, baik menyangkut metode (model pengajaran), materi maupun proses pelaksanaan pengajarannya. Bidang keterampilan pada penguasaan Bahasa Arab meliputi kemampuan menyimak (listening competence /mahaarah al – Istima’), kemampuan berbicara (speaking competence/mahaarah al-takallum), kemampuan membaca (reading competence/mahaarah al-qira’ah), dan kemampuan menulis (writing competence/mahaarah al - Kitaabah).
Mengajar merupakan suatu kegiatan yang sangat memerlukan keterampilan propesional dan banyak sekali dari apa yang harus dikerjakan oleh guru dan instruktur baik di dalam maupun di luar kelas melibatkan pengambilan berbagai keputusan.
Tugas dan tanggung jawab utama seorang guru atau pengajar adalah mengelola pengajaran serta lebih efektif, dinamis, efisien dan positif, yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif diantara 2 subjek pengajaran. Guru sebagai penginisiatif awal dan pengarah serta pembimbing, sedang peserta didik sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam pengajaran.
Setiap anak manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk menguasai setiap bahasa, walaupun dalam kadar dan dorongan yang berbeda. Adapun diantara perbedaan-perbedaan tersebut adalah tujuan- tujuan pengajaran yang ingin dicapai, kemampuan dasar yang dimiliki, motivasi yang ada di dalam diri dan minat serta ketekunannya.
1. Tujuan Pengajaran Belajar bahasa ibu (bahasa bawaan -edt) merupakan tujuan yang hidup, yaitu sebagai alat komunikasi untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dalam hidupnya, oleh karena itu motivasi untuk belajarnya sangat tinggi. Sementara itu belajar bahasa asing, seperti bahasa Arab (bagi non Arab), pada umunya mempunyai tujuan sebagai alat komunikasi dan ilmu pengetahuan (kebudayaan). Namun bahasa asing tidak dijadikan sebagai bahasa hidup sehari-hari, oleh karena itu motivasi belajar Bahasa Arab lebih rendah daripada bahasa ibu. Padahal besar kecilnya motivasi belajar Bahasa Arab mempengaruhi hasil yang akan dicapai.
2. Kemampuan dasar yang dimiliki Ketika anak kecil belajar bahasa ibu, otaknya masih bersih dan belum mendapat pengaruh bahasa-bahasa lain, oleh karena itu ia cenderung dapat berhasil dengan cepat. Sementara ketika mempelajari Bahasa Arab, ia telah lebih dahulu menguasai bahasa ibunya, baik lisan, tulis, maupun bahasa berpikirnya. Oleh karena itu mempelajari bahasa Arab tentu lebih sulit dan berat, karena ia harus menyesuaikan sistem bahasa ibu kedalam sistem bahasa Arab, baik sistem bunyi, struktur kata, struktur kalimat maupun sistem bahasa berpikirnya.

c. Fungsi belajar Bahasa Arab di Sekolah
Fungsi pengajaran bahasa Arab dalam mencapai tujuan pendidikan
Bila bertolak dari definisi kerja kurikulum, dapat dipahami bahwa kurikulum sekolah pada dasarnya adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Salah satu tundakan yang mungkin diambil adalah meninjau kembali tujuan yang selama ini digunakanoleh suatu sekolah agar dapat memotivasi peserta didik agar berpikiran positif terhadap pembelajaran bahasa Arab.
Fungsi pengajaran bahasa Arab bagi perkembangan siswa Sebagai organisasi belajar yang tersusun dengan cermat, kurikulum selalu disiapkan dan dirancang bagi siswa sebgai salah satu aspek yang akan dikonsumsi siswa. Dari berbagai materi yang diajarkan kepada mereka, diharap siswa mendapat pengalaman baru dari proses belajar. Oleh sebab itu, merancang kurikulum akan amat penting artinya bagi upaya pembentukan dan pembinaan karakter siswa agar mereka dapat mendirikan dan menjadi sosok yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan masyarakat.
Fungsi pengajaran bahasa Arab bagi para pendidik. Bagi guru atau pendidik, kurikulum memegang peran penting yang berfungsi sebagai berikut:
1. Pedoman kerja dalam menyusun dan menorganisir pengalaman belajar siswa.
2. Pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap tingkatan perkembangan siswa dalam kerangka menyerap sejumlah pengetahuan sebagai pengalaman bagi mereka.
3. pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan dan pembelajaran.

Fungsi pengajaran bahasa Arab bagi pimpinan dan pembina sekolah
Kepala sekolah dalah sebagai administraror dan supervisor di dalam sekolah. Fungsi kurikulum bagi pemimpin dan Pembina sekolah adalah:
1. Sebagai Pedoman dalam mengadakan dan melaksanakan fungsi sufervisi.
2. Sebagai seorang administrator maka kurikulum dapat dijadikan pedoman dalammengembangkan kurikulum pada tahap selanjutnya.
3. sebagai acuan bagi pelaksana evaluasi agar proses belajar mengajar dapat lebih baik.

Fungsi pengajaran bahasa Arab bagi orang tua siswa. Kurikulum memiliki fungsi yang amat besar bagi orang tua siswa, yakni agar mereka dapat berperan serta dalam membantu sekolah melakukan pembinaan terhadap putra-putri mereka. Dengan acuan pada kurikulum sekolah diman anak-anak mereka dibina. Maka orang tua dapat memantau perkembangan informasi yang diserap oleh anak-anak mereka.
Berdasarkan uraian diatas bahwasanya Bahasa Arab itu adalah alat yang berbentuk huruf hijaiyyah yang dipergunakan oleh orang Arab dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa Arab pada umunya mempunyai tujuan sebagai alat komunikasi dan ilmu pengetahuan (kebudayaan). Fungsi pengajaran bahasa Arab dalam mencapai tujuan pendidikan
Bila bertolak dari definisi kerja kurikulum, dapat dipahami bahwa kurikulum sekolah pada dasarnya adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Salah satu tindakan yang mungkin diambil adalah meninjau kembali tujuan yang selama ini digunakanoleh suatu sekolah agar dapat memotivasi peserta didik agar berpikiran positif terhadap pembelajaran bahasa Arab.
Dengan demikian mempelajari bahasa Arab itu akan dapat mempermudah membaca Al-Quran dan akan menjadikan siswa-siswa termasuk yang menguasai bahasa asing selain bahasa inggris. Karna bahasa dalam kehidupan sehari-hari itu sangat penting karna menjadikan sebuah komunikasi itu menjadi positif apabila kita menggunakannya dengan sebaik-baiknya.
B. Kerangka Berfikir (Konseptual)
Berdasarkan gambar diatas maka akan diketahui apakah ada hubungan antara kemampuan bahasa Arab (variabel x), dengan kemampuan membaca Al-Quran (variabel y). Lalu dengan diketahui bahwa kemampuan berbahasa arab yang baik merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh setiap siswa untuk dapat mempermudah memahami Al-Quran, karena tanpa memiliki kemampuan bahasa arab mempersulit kita untuk memahami Islam melalui Al-Quran, sebab segala ilmu pengetahuan ada di Al-quran.
Banyak manfaat dan fungsi dalam mempelajari Bahasa Arab dan Al-Quran, menjadikan kita lebih mencintai kebenaran dan tentu Agama kita sendiri yaitu Agama Islam agamanya Allah SWT. Sudah tentu bagi anak di tingkat Sekolah Dasar memahami Bahasa Arab dan Al-Quran akan sangat berpengaruh dari tingkat emosionalnya, pendiriannya, keyakinannya dan perilaku sehari-harinya.
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar, dalam hal ini adalah faktor yang mempengaruhi hasil belajar Bahasa Arab, selain pola pikirnya, lingkungan, keinginan dan pondasi dirinya yang kurang mendukung si anak untuk terus berkeinginan mempelajari Bahasa Arab. Oleh karna itu bimbinglah dan terus motivasi anak-anak untuk terus belajar dan perdalam pengetahuan Agamanya agar mereka tertarik dan berkeinginan mengenal lebih dalam makna-makna Al-Quran sehingga mencapai tujuan apa yang di cita-citakan dalam mempelajari Bahasa Arab dan Al-Quran.
C. Hipotesis Penelitian
Menurut Arikunto mendefinisikan hipotesis sebagai “suatu jawaban yang besifat sementara terhadap masalah penelitian sampai terbukti melalui data yang akan terkumpul“. Dalam penelitian ini telah ditetapkan bahwa yang akan diteliti adalah hubungan antara kemampuan Bahasa arab dengan kemampuan membaca Al-Quran di MI An-Najiyah Pondok Karya Tangerang Selatan. Berdasarkan pendapat diatas maka akan peneliti rumuskan :
Ha : Ada korelasi positif yang signifikan antara kemampuan Bahasa Arab dengan kemampuan membaca Al-Quran siswa.
Ho : Tidak ada korelasi positif yang signifikan antara kemampuan Bahasa Arab dengan kemampuan membaca Al-Quran siswa.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Operasional Penelitian
Secara operasional tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1. Kemampuan Bahasa Arab siswa MI An-Najiyah Pondok Karya Tangerang Selatan
2. Kemampuan membaca Al-Qur’an siswa MI An-Najiyah Pondok Karya Tangerang Selatan
3. Hubungan antara kemampuan Bahasa Arab dengan Kemampuan membaca Al-Qur’an siswa MI An-Najiyah Pondok Karya Tangerang Selatan
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Yang menjadi sasaran pada penelitian ini adalah siswa MI An-Najiyah kelas 6 Pondok Karya Tangerang Selatan, alasan memilih MI An-Najiyah Pondok Karya Tangerang Selatan dikarenakan faktor lokasi dan keadaan dimana penelitia merasa perlu melakukan penelitian ini. Rencana dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitian ini selama 6 bulan, mulai dari bulan Agustus dan berakhir pada bulan Februari. Penelitian ini bertempat di MI An-Najiyah Pondok Karya Tangerang Selatan.
C. Metode Penelitian
Untuk menemukan hubungan antara kemampuan Bahasa Arab siswa dengan kemampuan membaca Al-Quran di MI An-Najiyah Pondok Karya Tangerang Selatan, dengan unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka digunakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode penelitian yaitu korelatif yang berbentuk dokumentasi dan tes untuk mengumpulkan data mengenai hubungan antara kemampuan Bahasa Arab siswa dengan kemampuan membaca Al-Quran di MI An-Najiyah Pondok Karya Tangerang Selatan.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa atau benda yang tinggal bersama dalam suatu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil suatu penelitian. Yang dimaksud populasi dalam penelitian ini adalah siswa MI An-Najiyah Pondok Karya Tangerang Selatan.
2. Sampel
Sedangkan sampel penelitian adalah cara pengumpulan data dari populasi dengan mengambil sebagian dari anggota populasi. Populasi penelitian ini adalah siswa MI An-Najiyah yang hanya diambil 30 siswa dari jumlah populasi berjumlah 80 siswa. Dan teknik pengambilan sampel ini dilakukan dengan menggunakan teknik acak sistematis (random sampling) yaitu penelitian yang hendak mengetahui gejala yang terjadi pada populasi tersebut.
Teknik sampling yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling maksudnya adalah “teknik yang memberikan kesempatan yang sama bagi setiap unsure atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sample”. Selanjutnya untuk penentuan sample yang digunakan adalah teknik sistematik random sampling. Alasannya karena peneliti mengetahui nama atau identifikasi dari satuan-satuan individu populasi melalui daftar hadir siswa dimasing-masing kelas.

E. Teknik Pengambilan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang penulis lakukan adalah sebagai berikut :
1. Dokumentasi
Teknik ini mengumpulkan nilai hasil belajar siswa dari guru mata pelajaran berupa transkip nilai Raport semester 1 tahun ajaran 2010-2011.
2. Tes
Tes adalah proses memperoleh data yang dilakukan dengan cara menguji siswa secara lisan untuk memperoleh data objektif dan relevan dengan tujuan sebagai teknik pengumpulan data.
F. Instrumen Pengumpulan Data
1. Bahasa Arab
a. Definisi Konseptual
Bahasa Arab adalah bagian dari agama dan mempelajarinya wajib karena memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah wajib, dan tidak bisa dipahami kecuali dengan bahasa ‘Arab. Dan apa yang wajib itu tidak sempurna kecuali dengannya, maka ia wajib. Kemudian di antara mempelajarinya itu ada yang wajib ain dan wajib kifayah.
b. Definisi Operasional
Bahasa Arab sebagai alat untuk bisa memahami dan membaca Al-Quran sangatlah penting agar menjadi pedoman bagi kehidupan manusia, akan tetapi untuk menerapan bahasa arab terhadap siswa sekolah dasar bisa dikatakan sulit.
Dalam kegiatan pembelajaran Bhasa Arab materi yang disampaikan harus lebih detail dan butuh kesabaran supaya siswa benar-benar memahami bentuk dan isi yang ada di dalam Bahsa Arab. Karna Bahasa Arab adalah Bahasa Al-Quran dan dianjurkan sebagai seorang muslim dapat membaca dan memahami isi Al-Quran.
C. Pembobotan
Dalam pembobotan hasil belajar siswa selama semestre 1 dalam mata pelajaran Bahasa Arab yang diambil dari nilai raport dikategorikan menjadi 3 yaitu :
1. Tinggi : 80-90
2. Sedang : 70-79
3. Rendah : kurang dari 70
2. Membaca Al-Quran
a. Definisi Konseptual
Membaca Al-Quran itu terbagi dua:Pertama, Membaca secara makna, yaitu membenarkan semua yang dikabarkan di dalamnya dan menunaikan semua perintah yang terkandung di dalamnya. Kedua, Membaca secara lafazh, dan nash tentang keutamaan membaca Al-Quran baik membacanya secara keseluruhan, sebagian suratnya atau sebagian Ayatnya.
b. Definisi Operasional
Al-Quran sebagai pedoman kehidupan manusia di muka bumi ini menjadi sandaran berbagai ilmu agar kembali semuanya kepada isi Al-Quran. Oleh karna itu sebagai penerus bangsa memahami Al-Quran lebih dalam dengan sering membacanya dan mengerti makna yang tersurat didalam isinya menjadikan kita lebih terarah untuk menjalankan hidup.
C. Pembobotan
Pembobotan nilai membaca Al-Quran dan memahami makna ayat-ayat Al-Quran masing-masing diberi skor 50 bagi yang bisa membaca dan skor 50 bagi yang bisa mengartikan (menerjemahkan). Skor yang digunakan pada tes lisan ini adalah bernilai (100) untuk yang bisa membaca dan mengartikan, dan (0) bagi yang tidak bisa membaca dan mengartikan. Hasil tes membaca Al-Quran ini dikategorikan menjadi 3 yaitu :
1. Tinggi : 100
2. Sedang : 50
3. Rendah : Kurang dari 10
G. Teknik Analisis Data dan Interpretasi Data
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel kemampuan membaca Al-Quran dan variabel kemampuan BAhasa Arab. Gambaran umum masing-masing variabel dapat dilihat melalui data yang sudah didapat dari rekapitulasi nilai dan analisa dengan menggunakan Korelasi Product Moment yang dilambangkan dengan rxy, dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
Rxy : Koefisien Korelasi ∑x : Jumlah seluruh skor x
N : Jumlah Subyek ∑y : Jumlah seluruh skor y
∑xy : Jumlah hasil perkalian antara Variabel x dan Variabel y





DAFTAR PUSTAKA

Prof. DR. Sumarsono, M.Ed, "Peranan Guru sebagai Lingkungan Belajar Bahasa Kedua", 1999.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1990.
Prof. R.H.A. Soenarjo, SH, Sejarah Al-Quran, Jakarta : Departemen Agama, CV Ferlia Citra Utama.
Rachmat Taufiq hidayat, Khazanah Istilah Al-Quran, Bandung : Mizan, 1999.
Drs. Supiana, M. Ag, dkk, Materi Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004 .
Prof, Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Jakarta : Pustaka Firdaus, 2005.
Fahd bin Muhammad Al-Rummi, Ulumul Qur’an, Yogyakarta : Titian Ilahi Press, 1997.
Abdurrahman al – Qadir Ahmad, Thuruqu Ta’alim al – Lughah al – ‘Arabiyah, Maktabah al – Nahdah, al – Mishriyah, Kaira : 1979
Sumber: (Ringkasan Iqtidha’ Ash-Shirathil Mustaqim) karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, penerjemah: Ahmad Hamdani Ibnu Muslim, penerbit: Pustaka Ar-Rayyan Solo.
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 2008.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta, 1993.


Dari situs Internet :
- http://zuhud.wordpress.com/2007/10/01/pentingnya-bahasa-arab/
- http:/www.alquranindonesia.com/index.php?option=com_fireboard&func=view&catid=28&id=31
- http://www.anneahira.com/bacaan-ayat-suci-al-quran.htm
- http://id.shvoong.com/books/guidance-self-improvement/1968037-fungsi-pengajaran-bahasa-arab-di/